Bahasa Banjar (Jawi: بهاس بنجر) adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan, Indonesia, sebagai bahasa ibu.[2][3][4] Bahasa Banjar termasuk kelompok Bahasa Melayu Lokal Borneo Timur.[5]
Bahasa Banjar termasuk dalam daftar bahasa dominan di Indonesia.[6] Bahasa Banjar merupakan anak cabang bahasa yang berkembang dari Bahasa Melayu. Asal bahasa ini berada di provinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar Kandangan, Amuntai,Alabiu, Kalua, Alai, dan lain-lain. Bahasa Banjar dihipotesiskan sebagai bahasa Melayik, seperti halnya bahasa Minangkabau, bahasa Betawi, bahasa Iban, dan lain-lain.[7][8]
Selain di Kalimantan Selatan, Bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga menjadi lingua franca di daerah lainnya, yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta di daerah Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sebagai bahasa penghubung antar suku.[9] Di Kalimantan Tengah, tingkat pemertahanan bahasa Banjar cukup tinggi tidak sekedar bertahan di komunitasnya sendiri, bahkan menggeser (shifting) bahasa-bahasa orang Dayak.[10][11] Bahasa Banjar juga masih digunakan pada sebagian pemukiman suku Banjar di Malaysia seperti di Kampung (Desa) Parit Abas, Mukim (Kecamatan) Kuala Kurau, Daerah (Kabupaten) Kerian, Negeri Perak Darul Ridzuan.[12]
Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa dan bahasa-bahasa Dayak.[13][14][15][16] Kesamaan leksikal bahasa Banjar terhadap bahasa lainnya yaitu 73% dengan bahasa Indonesia [ind], 66% dengan bahasa Tamuan (Malayic Dayak), 45% dengan bahasa Bakumpai [bkr], 35% dengan bahasa Ngaju [nij].[17] Hasil penelitian Wurm dan Willson (1975), hubungan kekerabatan antara Bahasa Melayu dan Bahasa Banjar mencapai angka 85 persen. Adapun kekerabatan dengan bahasa Maanyan sekitar 32 % dan dengan bahasa Ngaju 39 %, berdasarkan penelitian Zaini HD1.[18] Bahasa Banjar mempunyai hubungan dengan bahasa yang digunakan suku Kedayan (sebuah dialek dalam bahasa Brunei) yang terpisahkan selama 400 tahun dan bahasa Banjar sering pula disebut Bahasa Melayu Banjar.[19] Dalam perkembangannya, bahasa Banjar ditengarai mengalami kontaminasi dari intervensi bahasa Indonesia dan bahasa asing.[20] Bahasa Banjar berada dalam kategori cukup aman dari kepunahan karena masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Banjar maupun oleh pendatang.[21]. Walaupun terjadi penurunan penggunaan bahasa Banjar namun laju penurunan tersebut tidak sangat kentara.[22] Saat ini, Bahasa Banjar sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan sebagai muatan lokal.[23] Bahasa Banjar juga memiliki sejumlah peribahasa.[24]
Penyebaran
Secara geografis, suku ini pada mulanya mendiami hampir seluruh wilayah provinsi Kalimantan Selatan sekarang ini yang kemudian akibat perpindahan atau percampuran penduduk dan kebudayaannya di dalam proses waktu berabad-abad, maka suku Banjar dan bahasa Banjar tersebar meluas sampai ke daerah-daerah pesisir Kalimantan Tengah danKalimantan Timur, bahkan banyak didapatkan di beberapa tempat di pulau Sumatera yang kebetulan menjadi pemukiman perantau Banjar sejak lama seperti di Muara Tungkal,Tembilahan, dan Sapat. [25]
Selain di pantai timur pulau Sumatera, bahasa Banjar dapat dijumpai juga pada perkampungan Suku Banjar[26]yang berada di pantai barat semenanjung Malaya di Malaysia Barat[27] (Perak Tengah, Krian, Pahang, Kuala Selangor, Batu Pahat, Kuala Lumpur[28], walaupun karena pertimbangan politik, suku Banjar di Malaya disebut sebagai orang Melayu, tetapi di luar wilayah Malaya, seperti di Sabah dan Sarawak misalnya di daerahTawau masih menyebut dirinya suku Banjar.[29][30]
Menurut Cense,[31] bahasa Banjar dipergunakan oleh penduduk sekitar Banjarmasin danHulu Sungai. Akibat penyebaran penduduk, bahasa Banjar sampai di Kutai dan tempat-tempat lain di Kalimantan Timur.[32] Sedangkan Den Hamer[31] melokalisasi bahasa Banjar itu di samping daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai sampai pula ke daerah pulau Laut(Kalimantan Tenggara) dan Sampit yang secara administratif pemerintahan termasuk provinsi Kalimantan Tengah sekarang ini.[31]Dibandingkan dengan perantau-perantau dari daerah lain yang umumnya masih mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan daerah asal maupun kerabat dari daerah asal seperti perantau Minang, Bugis dan Madura, maka pola merantau suku Banjar berbeda. Perantau Banjar cenderung merantau hilang, yakni tak lagi menjalin kontak dengan orang-orang daerah asal, tak banyak surat menyurat dan tak banyak pulang ke daerah asal, namun tidak sama sekali meninggalkan kebanjarannya. Ciri kebanjaran yang mencolok yang cenderung dipertahankan orang Banjar adalah bahasa Banjar yang dapat dipertahankan dengan cara membangun permukiman khusus komunitas orang yang berasal dari daerah Banjar di tanah rantau, sehingga di dalam rumah tangga maupun kampung yang baru, mereka dapat mempertahankan bahasa Banjar, maka kebanjaran orang Banjar terutama sekali terletak pada bahasanya dan tanah air orang Banjar adalah bahasa Banjar.
Selama seseorang fasih menggunakan bahasa Banjar dalam kehidupan sehari-hari maka dia dapat disebut orang Banjar, tidak peduli apakah ia lahir di Tanah Banjar atau bukan, berdarah Banjar atau bukan, dan sebagainya. Bahasa merupakan salah satu faktorkebanjaran disamping faktor lainnya seperti adat istiadat dan lain-lain.[33]
Dialek
Kalau diperhatikan pembicara-pembicara bahasa Banjar dapat diidentifikasi adanya variasi-variasi dalam pengucapan ataupun perbedaan-perbedaan kosa kata satu kelompok dengan kelompok suku Banjar lainnya, dan perbedaan itu dapat disebut dialek dari bahasa Banjar yang bisa dibedakan antara dua dialek besar[25][34] yaitu;
- Bahasa Banjar Hulu Sungai/Bahasa Banjar Hulu
- Bahasa Banjar Kuala
Dialek Banjar Kuala umumnya dipakai oleh penduduk asli sekitar kota Banjarmasin, Martapura dan Pelaihari. Sedangkan dialek Banjar Hulu adalah bahasa Banjar yang dipakai penduduk daerah Hulu Sungai umumnya yaitu daerah Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara (dan Balangan) serta Tabalong. Pemakai dialek Banjar Hulu ini jauh lebih luas dan masih menunjukkan beberapa variasi subdialek lagi yang oleh Den Hamer[31] disebut dengan istilah dialek lokal yaitu seperti Amuntai,Alabiu, Kalua, Kandangan, Tanjung dan bahkan Den Hamer cenderung berpendapat bahwa bahasa yang dipakai oleh orang Bukit yaitu penduduk pedalaman pegunungan Meratus merupakan salah satu subdialek Banjar Hulu pula.[35][36] Dan mungkin subdialek baik Banjar Kuala maupun Banjar Hulu itu masih banyak lagi, kalau melihat banyaknya variasi pemakaian bahasa Banjar yang masih memerlukan penelitian yang lebih cermat dari para ahli dialektrografi sehingga bahasa Banjar itu dengan segala subdialeknya bisa dipetakan secara cermat dan tepat. Berdasarkan pengamatan yang ada, pemakaian antara dialek besar Banjar Kuala dengan Banjar Hulu dapat dilihat paling tidak dari dua hal,[25] yaitu:
- Adanya perbedaan pada kosa kata tertentu;
- Perbedaan pada bunyi ucapan terhadap fonem tertentu. Di samping itu ada pula pada perbedaan lagu dan tekanan meskipun yang terakhir ini bersifat tidak membedakan (non distinctive).[25][37]
Bahasa Banjar Hulu merupakan dialek asli yang dipakai di wilayah Banua Enam yang merupakan bekas Afdelling Kandangan danAfdeeling Amoentai (suatu pembagian wilayah pada zaman pendudukan Belanda) yang meliputi kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan,Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong pada pembagian adiministrasi saat ini.
Puak-puak suku Banjar Hulu Sungai dengan dialek-dialeknya masing-masing relatif bersesuaian dengan pembagian administratif pada zaman kerajaan Banjar dan Hindia Belanda yaitu menurut Lalawangan atau distrik (Kawedanan) pada masa itu, yang pada zaman sekarang sudah berbeda. Puak-puak suku Banjar di daerah Hulu Sungai tersebut misalnya :
- Orang Kelua dari bekas Distrik Kelua di hilir Daerah Aliran Sungai Tabalong,Kabupaten Tabalong.
- Orang Tanjung dari bekas Distrik Tabalong di hulu Daerah Aliran Sungai Tabalong, Kabupaten Tabalong
- Orang Lampihong/Orang Balangan dari bekas Distrik Balangan (Paringin) di Daerah Aliran Sungai Balangan, Kabupaten Balangan
- Orang Amuntai dari bekas Distrik Amuntai di Hulu Sungai Utara
- Orang Alabio dari bekas Distrik Alabio di Hulu Sungai Utara
- Orang Alai dari bekas Distrik Batang Alai di Daerah Aliran Sungai Batang Alai, Hulu Sungai Tengah
- Orang Pantai Hambawang/Labuan Amas dari bekas Distrik Labuan Amas di Daerah Aliran Sungai Labuan Amas, Hulu Sungai Tengah
- Orang Negara dari bekas Distrik Negara di tepi Sungai Negara, Hulu Sungai Selatan.
- Orang Kandangan dari bekas Distrik Amandit di Daerah Aliran Sungai Amandit, Hulu Sungai Selatan
- Orang Margasari dari bekas Distrik Margasari di Kabupaten Tapin
- Orang Rantau dari bekas Distrik Benua Empat di Daerah Aliran Sungai Tapin, Kabupaten Tapin
Daerah Oloe Soengai dahulu merupakan pusat kerajaan Hindu, di mana asal mula perkembangan bahasa Melayu Banjar.
Perbedaan
Dialek merupakan variasi dari suatu bahasa tertentu dan dituturkan oleh sekumpulan masyarakat bahasa tersebut. Dialek ditentukan oleh fakor geografis (dialek kawasan) dan sosial (dialek sosial). Dialek sosial seperti bahasa baku, bahasa basahan (bahasa kolokial), bahasa formal, bahasa tak formal, bahasa istana, bahasa slanga (prokem), bahasa pasar, bahasa halus, bahasa kasar dan sebagainya.
Dialek kawasan berbeda dari segi:
- Sebutan
- Contoh: Perkataan gimit (pelan) disebut dalam berbagai dialek seperti gamat, gimit, gémét, gumut.[38]
- Gaya (nada) bahasa
- Contoh: Subdialek Kalua biasanya mempunyai sebutan yang lebih panjang daripada Subdialek Banjarmasin.
- Tata bahasa
- Contoh: kuriak-kuriak (dialek Banjar Kuala) dan kukuriak (dialek Banjar Hulu).[39]
- Kosa kata
- Contoh: hamput (Banjarmasin), tawak (Barabai), himpat (Kalua), hantup (Tanjung), tukun (Amuntai), tokon (Kumai)[40],tingkalung (Samarinda) artinya lempar (Betawi: sambit).
- Contoh: adupan (Banjarmasin), hidupan (Barabai), kuyuk (Kalua), kutang (Kandangan), duyu'(Paringin), asu (Marabahan), artinya anjing.
- Kata ganti diri
- Contoh : kao (dialek utara Kalsel maksudnya kamu) dan nyawa (dialek selatan Kalsel bermaksud kamu)
- Contoh : ia (dialek utara Kalsel maksudnya dia) dan inya (dialek selatan Kalsel bermaksud dia)